Mekanisme Kliring
Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang
semakin meningkat dengan pesat
dewasa ini, penggunaan alat-alat lalu lintas
pembayaran giral (uang giral) seperti Cek,
Bilyet Giro, Nota Kredit, dan lain-lain sebagai
alternatif pembayaran disamping uang
kartal dalam transaksi perdagangan dan jasa semakin
lazim digunakan di Indonesia.
Kecenderungan para pelaku ekonomi dalam melakukan
penyelesaian transaksi
perekonomian menggunakan dana yang tersimpan di
rekening bank melalui proses kliring
dan penyelesaian akhir (setelmen) di bank sentral
(Bank Indonesia) antara lain disebabkan
oleh adanya beberapa keunggulan pembayaran dengan
menggunakan alat lalu lintas giral
dibandingkan dengan uang tunai, antara lain faktor
efektivitas, efisiensi dan keamanan.
Sebagaimana diketahui dalam Undang-undang No. 23
tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999
tentang Bank Indonesia (UU BI), disebutkan bahwa
tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Selanjutnya dalam Pasal 8 UU BI,
disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia
adalah mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka mengatur
dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran tersebut Bank Indonesia berwenang untuk :
a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin
atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran;
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran
untuk menyampaikan laporan
tentang kegiatannya;
c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud di atas, Pasal 16 UU BI menyebutkan bahwa
Bank Indonesia berwenang
mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang
rupiah dan atau valuta asing.
Penyelenggaraan kliring antar bank tersebut
dimaksudkan untuk mempermudah cara
pembayaran dalam upaya memperlancar transaksi
perekonomian dengan perantaraan
perbankan (bank peserta kliring) dan Bank Indonesia
yang bertindak sebagai
penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring
diharapkan penggunaan alat-alat lalu lintas
pembayaran giral di masyarakat dapat meningkat
sehingga otomatis akan meningkatkan
simpanan dana masyarakat di Bank yang dapat
dipergunakan oleh bank untuk membiayai
sektor-sektor produktif di masyarakat.
Ilustrasi perbedaan efektivitas dan efisiensi
penyelesaian akhir (setelmen) atas transaksi
antar bank dengan melalui proses kliring dan tidak
melalui proses kliring dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
Dari ilustrasi gambar di atas, tampak bahwa
penyelesaian transaksi antar bank tanpa
menggunakan mekanisme kliring meskipun tetap dapat
diselesaikan namun tidak efektif
dan efisien sehingga dapat meningkatkan biaya dan
keterlambatan dalam penyelesaian
transaksi (settlement lag). Hal tersebut terlihat
kontras dengan penyelesaian transaksi antar
bank melalui kliring yang jauh lebih efektif dan
efisien. Adapun ilustrasi pembayaran
dengan menggunakan alat pembayaran giral yang
penyelesaiannya dilakukan melalui
kliring adalah sebagaimana tampak dalam ilustrasi
gambar berikut ini.
Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai
pihak yang terkait dengan sistem
pembayaran dengan adanya penyelenggaraan kliring
untuk transaksi antar bank dimaksud
adalah:
a. Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam
melakukan suatu pembayaran
(transfer of value) efektif dan efisien dan aman.
b. Bagi bank, merupakan salah satu advantage service
kepada nasabah, menjadi fee
based income, juga dapat menjadi salah satu upaya
dalam menggalang dana pihak
ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio fund.
c. Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat
secara cepat dan akurat mengetahui
kondisi keuangan suatu bank maupun
transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat,
baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga
dapat menentukan kebijakankebijakannya
secara lebih akurat dan tepat.
Sistem Kliring
Saat ini penyelenggaraan kliring lokal di Indonesia
dilakukan dengan menggunakan 4
(empat) macam sistem kliring, yaitu :
A Sistem manual;
Sistem Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring
lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta
pemilahan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta. Pada proses
Sistem Manual, perhitungan kliring
akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh
Peserta kliring.
B Sistem Semi Otomasi;
Sistem Semi Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan
kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo
Kliring dilakukan secara
otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara
manual oleh setiap peserta.
Pada proses Sistem Semi Otomasi, perhitungan kliring
akan didasarkan pada DKE
yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan
warkat yang dikliringkan.
C Sistem Otomasi;
Sistem Otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring
lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring dan
pemilahan Warkat dilakukan oleh
Penyelenggara secara otomasi. Pada proses Sistem
Otomasi, perhitungan kliring akan
didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta
kliring sesuai dengan warkat yang
dikliringkan oleh peserta kliring.
D Sistem Kliring Nasional.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut SKNBI adalah
sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring
debet dan Kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Penyelenggaraan SKNBI tunduk pada Peraturan Bank
Indonesia No. 7/18/PBI/2005
tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia tanggal
22 Juli 2005. SKNBI untuk
pertama kalinya diimplementasikan di wilayah kliring
Jakarta pada tanggal 29 Juli
2005. Sampai dengan akhir tahun 2005, seluruh
wilayah kliring di Jawa Barat telah
diimplementasikan SKNBI. Pelaksanaan implementasi
SKNBI untuk wilayah kliring
lainnya akan dilaksanakan secara bertahap sampai
dengan tahun 2007.
Mengenai kebijakan
moneter telah dibahas dalam pembelajaran sebelumnya, khususnya dalam mengatasi
inflasi. Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk
memengaruhi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter,
yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka
(Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka
adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat
berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga
pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya
adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau
singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto
(Discount Rate)
Fasilitas diskonto
adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank
sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang
sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah,
pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan
tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib
(Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral
Persuasion)
Himbauan moral adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi
imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah
uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut,
sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework)
dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan
nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan
untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya,
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan
tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan
instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat
melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
*Refernsi : dari berbagai sumber
Kani Casino - Advantages and Disadvantages - Kadangpintar
Kani is a new casino with a 제왕카지노 focus on developing 온카지노 high-quality games, 인카지노 casino gaming in general, online casinos.