Kasus HAM di Indonesia
Terlalu banyak kasus pelanggaran HAM yang penyelesaiannya tetap saja menemui jalan buntu di tahun 2009 lalu. Sepanjang tahun lalu dalam catatan berbagai lembaga pengamat HAM, praktis tak ada kasus pelanggaran HAM berat yang berhasil diungkap. Sehingga, tidak banyak yang bisa diharapkan mengenai penegakkan HAM di tahun 2010. Bahkan banyak yang mencemaskan pelanggaran hak-hak dasar rakyat akan terus marak.
Rafendi Djamin dari Kelompok Kerja HAM HRWG:“Proses legislasi nasional terbukti telah mengagendakan RUU yang mengancam kebebasan dasar manusia seperti RUU zakat yang mengancam kebebasan beragama berkeyakinan. Dan RUU rahasia negara yang mengancam kebebasan berekspresi. Kebijakan hukum dan HAM akan semakin jauh dari penghormatan HAM. Ini tercermin dari sikap dan langkah kebijakan oleh aparat pemerintah yang mengancam kebebasan fundamental. Misalnya semangat untuk membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, membatasi kebebasan berekspresi terutama pada dunia maya termasuk kebebasan pers.”
Niat pemerintah untuk memberantas mafia peradilan dengan membentuk satgas Mafia hukum dipandang positif. Namun para pegiat HAM mencemaskan langkah itu hanya akan dijalankan setengah hati. Ini karena masih sangat kurangnya independensi dan akuntabilitas aparat penegak hukum.
Hal lain yang disorot adalah maraknya upaya pejabat pemerintah untuk memberangus para pengkritik dengan memanfaatkan perangkat hukum. Khususnya pengaduan dengan pasal pencemaran nama terhadap aktifis atau warga yang bermaksud mengungkap kasus korupsi dan pelanggaran lain. Ini dialami sejumlah aktivis lembaga anti korupsi ICW yang berusaha mengungkap sejumlah kasus, serta Kordinator Kontras Usman Hamid yang gigih memperjuangkan dibongkarnya kasus pembunuhan Munir.
Para aktifis HAM juga menunjuk kasus Prita Mulyasari yang diperkarakan secara pidana karena mempermasalahkan buruknya pelayanan sebuah rumah sakit swasta.
Zaenal Abidin dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengungkapkan kekuatirannya:“Kalau beberapa macam regulasi yang masih eksis dan sering dipakai oleh aparat untuk mengekang kebebasn sipil itu tetap berlanjut, maka saya fikir tahun 2010 kondisinya juga tidak akan berbeda dengan tahun 2009. bahkan lebih buruk karena ini praktis sasaran orang orang yang dikritik itu para pejabat publik dan mereka menggunakan beberapa regulasi itu untuk kembali menyerang balik pengkritik. Nah artinya sistem yang dibangun negara dengan berbagai macam ratifikasi itu mengalami kemunduran dan ini masih akan berlangsung”
Para pegiat HAM juga menyorot sejumlah skandal hukum dan politik yang pada gilirannya dipandang makin menyuramkan prospek penegakkan hukum dan HAM. Seperti kasus Bank Century dan upaya pengerdilan Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya terkait konflik dengan kepolisian, yang dikenal sebagai kasus Cicak lawan Buaya.
Para pegiat HAM menegaskan, dengan keadaan seperti itu, yang benar-benar dibutuhkan langkah terobosan pemerintah. Pertama-tama dengan bergerak cepat menuntaskan seluruh masalah hukum dan politik yang menghambat penegakan HAM di tahun 2009.
Rafendi Dajmin dari HRWG lebih lanjut menjelaskan, “Membatalkan RUU yang mengancam kebebasan fundamental dan memprioritaskan program legislasi yang menghormati dan menjamin HAM seperti RUU bantuan hukum, ratifikasi kovenan perlindungan buruh migran. Membatalkan segala segala upaya atau rencana kebijakan hukum dan HAM yang mengancam kebebasan fundamental dan merampas kesejahteraan. Mengganti menghukum dan mengadili semua pejabat publik yang terlibat skandal dan mengantinya dengan pejabat yang kredible dan akuntabel”
Betapapun, lembaga-lembaga HAM Indonesia mencatat perkembangan penting di tahun 2009. Yakni munculnya gerakan spontan dan kreatif dari masyarakat umum dalam mendukung korban kesewenangan dan melawan lembaga-lembaga yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memberangus penegakkan hukum. Seperti pengumpulan uang receh hingga ratusan juta rupiah sebagai tanda solidaritas bagi Prita Mulyasari yang dihukum denda dalam kasus RS Omni, serta dukungan luar biasa bagi KPK untuk Kasus Cicak Buaya.
Rafendi Djamin dari Kelompok Kerja HAM HRWG:“Proses legislasi nasional terbukti telah mengagendakan RUU yang mengancam kebebasan dasar manusia seperti RUU zakat yang mengancam kebebasan beragama berkeyakinan. Dan RUU rahasia negara yang mengancam kebebasan berekspresi. Kebijakan hukum dan HAM akan semakin jauh dari penghormatan HAM. Ini tercermin dari sikap dan langkah kebijakan oleh aparat pemerintah yang mengancam kebebasan fundamental. Misalnya semangat untuk membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, membatasi kebebasan berekspresi terutama pada dunia maya termasuk kebebasan pers.”
Niat pemerintah untuk memberantas mafia peradilan dengan membentuk satgas Mafia hukum dipandang positif. Namun para pegiat HAM mencemaskan langkah itu hanya akan dijalankan setengah hati. Ini karena masih sangat kurangnya independensi dan akuntabilitas aparat penegak hukum.
Hal lain yang disorot adalah maraknya upaya pejabat pemerintah untuk memberangus para pengkritik dengan memanfaatkan perangkat hukum. Khususnya pengaduan dengan pasal pencemaran nama terhadap aktifis atau warga yang bermaksud mengungkap kasus korupsi dan pelanggaran lain. Ini dialami sejumlah aktivis lembaga anti korupsi ICW yang berusaha mengungkap sejumlah kasus, serta Kordinator Kontras Usman Hamid yang gigih memperjuangkan dibongkarnya kasus pembunuhan Munir.
Para aktifis HAM juga menunjuk kasus Prita Mulyasari yang diperkarakan secara pidana karena mempermasalahkan buruknya pelayanan sebuah rumah sakit swasta.
Zaenal Abidin dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengungkapkan kekuatirannya:“Kalau beberapa macam regulasi yang masih eksis dan sering dipakai oleh aparat untuk mengekang kebebasn sipil itu tetap berlanjut, maka saya fikir tahun 2010 kondisinya juga tidak akan berbeda dengan tahun 2009. bahkan lebih buruk karena ini praktis sasaran orang orang yang dikritik itu para pejabat publik dan mereka menggunakan beberapa regulasi itu untuk kembali menyerang balik pengkritik. Nah artinya sistem yang dibangun negara dengan berbagai macam ratifikasi itu mengalami kemunduran dan ini masih akan berlangsung”
Para pegiat HAM juga menyorot sejumlah skandal hukum dan politik yang pada gilirannya dipandang makin menyuramkan prospek penegakkan hukum dan HAM. Seperti kasus Bank Century dan upaya pengerdilan Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya terkait konflik dengan kepolisian, yang dikenal sebagai kasus Cicak lawan Buaya.
Para pegiat HAM menegaskan, dengan keadaan seperti itu, yang benar-benar dibutuhkan langkah terobosan pemerintah. Pertama-tama dengan bergerak cepat menuntaskan seluruh masalah hukum dan politik yang menghambat penegakan HAM di tahun 2009.
Rafendi Dajmin dari HRWG lebih lanjut menjelaskan, “Membatalkan RUU yang mengancam kebebasan fundamental dan memprioritaskan program legislasi yang menghormati dan menjamin HAM seperti RUU bantuan hukum, ratifikasi kovenan perlindungan buruh migran. Membatalkan segala segala upaya atau rencana kebijakan hukum dan HAM yang mengancam kebebasan fundamental dan merampas kesejahteraan. Mengganti menghukum dan mengadili semua pejabat publik yang terlibat skandal dan mengantinya dengan pejabat yang kredible dan akuntabel”
Betapapun, lembaga-lembaga HAM Indonesia mencatat perkembangan penting di tahun 2009. Yakni munculnya gerakan spontan dan kreatif dari masyarakat umum dalam mendukung korban kesewenangan dan melawan lembaga-lembaga yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memberangus penegakkan hukum. Seperti pengumpulan uang receh hingga ratusan juta rupiah sebagai tanda solidaritas bagi Prita Mulyasari yang dihukum denda dalam kasus RS Omni, serta dukungan luar biasa bagi KPK untuk Kasus Cicak Buaya.
0 Response to "Kasus HAM di Indonesia"
Posting Komentar